"Cinta yang timbul karena ketidaksengajaan.”
Itu alasan yang paling cetek untuk rasa cinta pada sahabat sendiri. Merasa cocok, nge-klop dan memiliki selera yang sepadan membuatmu terus berpikir tentang sebuah kemungkinan. Ditambah keperawakan sahabat yang menarik, keahliannya yang kau kagumi, akhirnya hatimu mencair oleh panasnya aura sahabat sendiri. Sayang, tema yang diangkat adalah “menahan rasa cemburu demi persahabatan.” Berarti ini berhubungan dengan rasa cinta yang sepatutnya dilarang. Mencemburui, bicara kau mutlak sebagai pemilik yang tidak rela miliknya dimiliki orang lain. Tapi jika keadaannya berbeda, yaitu kau mengingini yang tidak kau miliki padahal yang kau ingini sudah dimiliki, maka itu sudah mulai menyerempet kearah-arah iri. Berarti, sudah waktunya hati kembali dikoreksi.
Cuma sedikit kekasih yang mengantongi aib kekasihnya, menelan habis kekurangannya. Tetapi ada banyak sahabat yang sanggup akan hal itu. Pada dasarnya, jangan bilang kau sahabat jika kau belum mengantongi aib sahabatmu dan terus merahasiakannya. Jangan bilang kau sahabat jika kau belum menerima kekurangan sahabatmu dan tetap membanggakannya. Jangan bilang kau sahabat jika kau tidak menjadi bagian didalam kedukaannya, dan jangan bilang kau sahabat jika kau menciptakan kesedihan ditengah kebahagiaannya. Mutlak, kau adalah sahabat yang selalu sanggup memaafkannya.
Tetapi ini untungnya. Kau masih seorang sahabat, jika sebuah rahasia, kau mencintainya. Karena kalau sudah bicara cinta, berarti kau bicara kepada dirimu sendiri, yang notabene juga sahabatmu sendiri. Tetapi kadang cinta seringkali menang, melangkahi tempat terlarang tetapi tidak menghindar dari hukuman. Estetika memakan etika. Karena inilah indahnya :
“Sahabat adalah lebih daripada saudara sendiri. Tetapi kekasih yang dulu pernah jadi sahabat, melebihi keduanya.”
Siapa yang tidak mau?! ;)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar